Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri

Pengertian Kegiatan Membangun Sendiri/KMS.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) PMK No. 61/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri (“PMK-61”) Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) adalah kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.

Kegiatan Membangun Sendiri dapat dilakukan secara:

1.    sekaligus dalam suatu jangka waktu tertentu; atau

2.    bertahap sebagai satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan membangun tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.

Sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) PMK-61 atas PPN KMS ini dihitung, dipungut, dan disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri dengan besaran tertentu. Nilai tertentu sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan untuk setiap Masa Pajak sampai dengan bangunan selesai, tidak termasuk biaya perolehan tanah.

Saat terutang dan Tempat Terutang PPN KMS.

Saat terutangnya PPN KMS terjadi pada saat mulai dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai dimana tempat PPN terutang atas kegiatan membangun sendiri yaitu di tempat bangunan tersebut didirikan.

Sesuai dengan Pasal 2 ayat 4 PMK61 bangunan yang terutang PPN KMS yaitu yang memiliki kriteria:

a)    Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata, dan/atau baja.

b)    Diperuntukan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha, dan

c)    Luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200m2.

 

Perhitungan PPN KMS.

Merujuk Pasal 3 ayat (2) PMK-61, tarif khusus PPN KMS sebesar 2,2% dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau Jumah Biaya yang Dikeluarkan Untuk Membangun Bangunan (Tidak Termasuk Tanah) . Peraturan ini berlaku mulai 1 April 2022.

Cara pembuatan kode billing PPN KMS.

Jadi yang pertama kali kalian harus tau dulu apakah bangunan tersebut berdiri di wilayah kerja KPP tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri atau tidak?

Sesuai dengan PMK-61 pada pasal 5 ayat 3, jika bangunan tersebut didirikan di wilayah yang sama dengan KPP orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, maka pada saat pembuatan kode billing tersebut diisikan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi atau badan tersebut. Dengan contoh: “01.234.567.8-901.000”

Sesuai dengan PMK-61 pada pasal 5 ayat 4, jika bangunan tersebut didirikan di wilayah yang berbeda dengan KPP orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, maka pada saat pembuatan kode billing tersebut diisikan dengan ketentuan sebagai berikut:

a)  Kolom Nomor Pokok Wajib Pajak diisi dengan:

1.   Angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama;

2.   Angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan

3.   Angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.

 

Dengan contoh: “00.000.000.0-402.000”

 

b)  Kolom nama Wajib Pajak diisi nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri; Dengan contoh: “Hiro 01.234.567.8-901.000” dan

c)   Kolom alamat Wajib Pajak diisi alamat tempat bangunan didirikan.

Dengan contoh: “Jalan Budaya – Jakarta Timur”

Cara Pelaporan PPN KMS.

Jadi untuk pelaporan PPN KMS ini dapat dilaporkan melalui SPT Masa PPN pada formulir 1111 (Formulir Induk) pada romawi III yaitu PPN Terutang Atas Kegiatan Membangun Sendiri. Untuk jumlah dasar pengenaan pajak diisi dengan DPP dari PPN KMS tersebut, untuk PPN terutang diisi dengan PPN KMS tersebut, untuk tanggal dan NTPP diisikan dengan tanggal bayar dan NTPN yang berada di BPN (Bukti Potong Negara).

Dan untuk di aplikasi e-faktur PPN KMS dilaporkan pada: dokumen lain lalu klik dokumen lain pajak masukan setelah itu klik rekam, setelah klik rekam akan muncul kolom “Rekam Dokumen Lain Pajak Masukan”. Pada kolom “Rekam Dokumen Lain Pajak Masukan dapat diisikan pada:

 1.

Jenis Transaksi

Diisi dengan nomor 3 yaitu Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan dan/atau Pajak Masukan dan PPnBM yang atas Impor atau Perolehannya mendapat Fasilitas, untuk dokumen PIN dan SSP, Surat Setoran Pajak, Dokumen yang Dipersamakan Dengan Faktur Pajak, PIB.

2.

Jenis Dokumen

Diisi dengan nomor 1 yaitu Normal.

3.

Detail Transaksi

Diisi dengan nomor 5 yaitu Besaran Tertentu Pasal 9A ayat (1) UU PPN.

4.

Dokumen Transaksi

Diisi dengan nomor 3 yaitu Dokumen dipersamakan dengan Faktur Pajak.

5.

NPWP Lawan Transaksi

Diisi dengan 00.000.000.0-402.000.

6.

Nama Lawan Transaksi

Diisi dengan Nama PT.

7.

Nomor Dokumen

Diisi dengan KMS#NTPN.

8.

Tanggal Dokumen

Diisi dengan tanggal bayar yang terdapat di BPN (Bukti Penerimaan Negara).