Perusahaan Konstruksi Terkena PPh Final
Pengertian jasa konstruksi menurut undang-undang (UUJK) adalah suatu kegiatan untuk membangun sarana ataupun prasarana yang pada pengerjaannya meliputi pembangunan gedung (building construction), instalasi mekanikal & elektrikal, dan juga pembangunan prasarana sipil (civil engineer). Jasa ini sangat dibutuhkan dalam pembangunan fasilitas umum hingga kantor, oleh karena itu kegiatan ini diatur landasan hukumnya dalam UU No.18 Tahun 1999 yang mengatur Tentang Jasa Konstruksi.Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.
- Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 2022 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, menjelaskan beberapa item :
a. Pasal 1 ayat 2 berbunyi, “jasa kontruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi”
b. Pasal 2 ayat 1 berbunyi, “atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final”
c. Usaha jasa konstruksi pada Pasal 2 ayat 1 dilakukan melalui kegiatan berupa layanan :
– Konsultansi konstruksi
Mencakup layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan
– Pekerjaan konstruksi
Mencakup kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran dan pembangunan kembali suatu bangunan
– Pekerjaan konstruksi terintegrasi
Mencakup gabungan pekerjaan konstruksi dan jasa konsultansi termasuk penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan serta model penggabungan, perencanaan dan pembangunan - Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 59/PMK.03/2022 menjelaskan beberapa item
– huruf C menjelaskan tarif Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 usaha jasa kontruksi sebagai berikut :HURUF
TARIF
KETERANGAN
LAYANAN
a
1,75%
Untuk pekerjaan konstruksi yang oleh penyedia jasa yang memiliki sertifikat badan usaha kualifikasi kecil atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perseorangan;
Pekerjaan konstruksi
b
4%
untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki sertifikat badan usaha atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perseorangan;
Pekerjaan konstruksi
c
2,65%
untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa selain penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
Pekerjaan konstruksi
d
2,65%
untuk pekerjaan konstruksi terintegrasi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki sertifikat badan usaha;
Pekerjaan konstruksi terintegrasi
e
4%
untuk pekerjaan konstruksi terintegrasi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki sertifikat badan usaha;
Pekerjaan konstruksi terintegrasi
f
3.5%
Untuk jasa konsultansi konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki sertifikat badan usaha atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perseorangan; dan
Konsultansi konstruksi
g
6%
untuk jasa konsultansi konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki sertifikat badan usaha atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perseorangan
Konsultansi konstruksi
– huruf D menjelaskan mekanisme pemotongan pph final atas jasa konstruksi yaitu besarnya jumlah pembayaran (bagian dari nilai kontrak jasa konstruksi) yang tidak termasuk PPN dikalikan tarif PPH Final yang disesuaikan dengan jenis layanan konstruksi. Instansi pemerintah wajib menyetor PPh yang telah dipotong ke kas negara melalui kantor pos atau bank yang ditunjuk Menteri menggunakan Surat Setoran Pajak dan memberikan bukti pemotongan PPH kepada penyedia jasa konstruksi.
Contoh Perhitungan dan Pemotongan PPH Pasal 4 ayat 2 usaha jasa konstruksi
Putusan Pengadilan Terkait PPH Final atas Jasa Konstruksi
PUT.36919/PP/M.IV/25/2012
Dalam kasus ini pokok sengketa yaitu koreksi positif DPP Pajak Penghasilan Pasal 4(2) Final sebesar Rp 161.005.179,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon BandingMenurut Terbanding
Terbanding menyetujui bahwa tidak semua aktiva tetap yang disimpulkan oleh pemeriksa sebagai ojek PPh Pasal 4 ayat (2) dikerjakan oleh penyedia jasa konstruksi. Terbanding tidak dapat melakukan pengujian sebagaimana mestinya karena belum ada data/dokumen yang cukup untuk melakukan pengujian (misalnya belum ada SPT Masa PPh Pasal 4 (2) Final tahun 2006 dll) maka Terbanding mempertahankan Objek Pajak yang menurut Pemohon Banding merupakan Objek Pajak tahun 2006 senilai Rp 161.005.179 sehingga menurut Terbanding Objek PPh Pasal 4 ayat 2 final jasa konstruksi sebesar Rp 747.755.923,00.Menurut Pemohon
Bahwa koreksi sebesar Rp 161.005.179,00 tersebut didapat dari perbedaan hitungan Peneliti dan Pemohon Banding.Menurut Majelis
Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diperoleh petunjuk bahwa Terbanding melakukan koreksi positif DPP Pajak Penghasilan Pasal 4 (2) Final sebesar Rp 161.005.179,00 berdasarkan ekualisasi SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) dengan daftar pertambahan aktiva tetap di neraca ; bahwa Pemohon Banding dalam Persidangan pada intinya menegaskan bahwa berdasarkan bukti-bukti yang telah diberikan terbukti bahwa Pemohon Banding telah membebankan dan melaporkan PPh Jasa Konstruksi tersebut pada tahun 2006, sehingga koreksi Terbanding harus dibatalkan; bahwa dokumen yang diserakan Pemohon Banding:- Rekap equalisasi PPh Pasal 4 (2) – Jasa Konstruksi
- Daftar Bukti Potong
- Bukti Potong PPh
- SPM PPh Pasal 4 (2)
- SPM PPh Pasal 21
Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis berkesimpulan bahwa koreksi positif DPP Pajak Penghasilan Pasal 4 (2) Final sebesar Rp 161.005.179,00 tidak dapat dipertahankan;