Peninjauan Kembali (PK), Tahap Akhir Dalam Sengketa Perpajakan

Kurang Puas Dengan Ketetapan Pajak? Ajukan Keberatan (Bagian 1)

Apa Itu Keberatan?

Keberatan merupakan salah satu upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak yang tidak puas atau bahkan tidak sependapat dengan Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Pajak terkait dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada Wajib Pajak.

 

Pengajuan keberatan yang diajukan terhadap materi atau isi dari Surat Ketetapan Pajak, yang meliputi jumlah rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau pemotongan atau pemungutan pajak. selain mengenai materi atau isi dari surat ketetapan pajak atau pemotongan atau pemungutan pajak, alasan tersebut tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan.

 

Syarat Mengajukan Keberatan

 

Berdasarkan pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No 9/PMK.03/2013 s.t.t.d Peraturan Menteri Keuangan No 202/PMK.03/2015 (“PMK-202”), ada beberapa syarat yang harus dipenuhi ketika wajib pajak mengajukan kebaratan pajak, antara lain:

 

  1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia dengan format surat sesuai dengan format yang terlampir dalam lampiran I PMK 202;
  2. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong/dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
  3. Satu keberatan diajukan hanya untuk satu surat ketetapan pajak, untuk satu pemotongan pajak, atau untuk satu pemungutan pajak;
  4. Wajib pajak harus terlebih dahulu melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit dengan nilai yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum Surat Keberatan disampaikan;
  5. Wajib pajak melakukan pengajuan keberatan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal Surat Ketetapan Pajak dikirim atau sejak terjadi pemotongan/pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga;
  6. Surat keberatan ditandatangani oleh si wajib pajak, apabila ditanda tangani bukan si wajib pajak maka atas surat keberatan itu harus melampirkan surat kuasa khusus;
  7. Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan sebagaiana dimaksud dalam Pasal 36 UU KUP.

 

Apabila surat keberatan yang telah diajukan oleh Wajib Pajak masih memiliki kekurangan dalam pemenuhan syarat mengajukan keberatan maka Wajib Pajak dapat melakukan perbaikan atas surat keberatan tersebut dan menyampaikan kembali sebelum jangka waktu 3 bulan. Jika telah melampaui waktu 3 bulan tidak terdapat perbaikan atas surat keberatan, maka atas surat keberatan tersebut tidak dipertimbangkan dan tidak akan terbit Surat Keputusan Keberatan. Dalam hal ini, Direktorat Jendral Pajak akan menyampaikan pemberitahuan tertulis dan dampaknya kepada Wajib Pajak adalah tidak bisa mengajukan upaya hukum selanjutnya yaitu proses banding.

 

 

 

Bagaimana dengan Force Mejuere?

Pengertian “Force Majeure” adalah suatu keadaan yang terjadi di luar Kekuasaan manusia. Keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak juga dijelaskan dalam pasal 5 ayat (1) PMK 9/2013 yaitu meliputi:

  1. bencana alam;
  2. kebakaran;
  3. huru-hara/kerusuhan massal;
  4. diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan secara jabatan yang mengakibatkan jumlah pajak yang masih harus dibayar yang tertera dalam surat ketetapan pajak berubah, kecuali Surat Keputusan Pembetulan yang diterbitkan akibat hasil Persetujuan Bersama; atau
  5. keadaan lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.

 

Hal yang Harus Wajib Pajak ketahui dalam mengajukan proses keberatan

 

Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk menerima Surat Keberatan atau tanda pengiriman surat keberatan melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan menjadi tanda bukti penerimaan surat keberatan.

 

Apabila keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian hasil dari yang Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

 

DISCLAIMER

  • Publikasi ini bukan merupakan konsultasi perpajakan (advise). Oleh karena itu, kami tidak akan bertanggungjawab atas kesalahan informasi atau keterlambatan memperbarui informasi, atau segala kerugian yang timbul karena tindakan penggunaan informasi yang disajikan di situs ini;

 

  • Publikasi ini disusun berdasarkan pemahaman kami tentang peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia serta pemahaman kami tentang peraturan administrasi saat ini yang diterbitkan oleh otoritas pajak terkait dan praktik normal pada saat publikasi ini diterbitkan;

 

  • Otoritas pajak terkait yang disebutkan dalam publikasi ini tidak mengeluarkan pemberitahuan apa pun sebelumnya yang menunjukkan apakah mereka setuju atau tidak dengan informasi dalam publikasi ini. Oleh karena itu, komentar kami tentang aspek perpajakan apa pun dalam publikasi ini tidak mewakili posisi otoritas pajak. Undang-undang yang relevan, interpretasi dari otoritas pajak terkait, dan praktik administrasi dapat berubah sewaktu-waktu. Oleh karena itu penting bagi pengguna informasi pada situs publikasi ini untuk tetap berkonsultasi dengan professional ahli nya.
Telepon

+62 21 668 1998

WhatsApp

+62 882 9501 0852

Email

info@konsultanpajakmulyono.com

Facebook/ Instagram/ Tiktok

konsultanpajakmulyono

Alamat Kantor

Jalan Pluit Raya 121 Blok A/12
Penjaringan, Jakarta Utara
14440

Jam Kerja

Senin sampai Jumat 09.00 – 18.00

Copyright © 2023 - All Rights Reserved

Proses penyelesaian sengketa pajak dapat berlangsung dalam jagka waktu lama. Terlebih, jika prosesnya sampai ke tahap Peninjauan Kembali (PK), yang merupakan upaya hukum luar biasa dan terakhir dalam alur penyelesaian sengketa pajak.

Wajib Pajak atau Direktorat Jendral Pajak yang tidak setuju dengan putusan dalam Pengadilan Pajak, dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung sesuai dengan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan.

Pengajuan Peninjauan Kembali oleh Wajib Pajak atau Direktorat Jendral Pajak diajukan kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan yang dijelaskan dalam pasal 91 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2022 yaitu sebagai berikut :

  1. Apabila putusan pengadilan pajak didasarkan pada suatu kebohongan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
  2. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda.
  3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat (1) hurub b dan huruf c;
  4. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; atau
  5. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Selain memperhatikan alasan-alasan dalam mengajukan Peninjauan Kembali, Wajib Pajak atau Direktorat Jendral Pajak juga wajib memperhatikan jangka waktu dalam pengajuan permohonan Peninjauan Kembali. Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali diajukan kepada Mahkamah Agung dalam jangka waktu:

  1. Paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pengadilan pidana memperoleh ketentuan hukum tetap;
  2. Paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
  3. Paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim untuk permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan pengajuan Peninjauan Kembali sesuai dengan pasal 91 huruf c,d dan e.

 

 

Kelengkapan Dokumen dalam Penijauan Kembali

Permohonan Peninjauan Kembali

Selain alasan jangka waktu pengajuan permohonan Peninjauan Kembali yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak atau Direktur jendral Pajak dalam mengajukan permohonan Peninjauan Kembali, Wajib Pajak atau Direktur Jenderal Pajak juga perlu memperhatikan kelengkapan dokumen dalam proses pengajuan permohonan Peninjauan Kembali. Dokumen penting yang perlu disiapkan dan diperhatikan oleh pemohon Peninjauan Kembali adalah sebagai berikut :

  1. Pemohonan Peninjauan Kembali (dibuat 2 rangkap asli, di tanda tangan basah dan tanggal surat permohonan Peninjauan Kembali sama dengan tanggal ketika menyampaikan surat permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak)
  2. Fotokopi Putusan Pengadilan Pajak (1 rangkap)
  3. Fotokopi pemberitahuan Putusan/Resi Pos Pengiriman Putusan (1 rangkap)
  4. Surat Pernyataan menemukan Bukti Tertulis Baru, jika alasan pengajuan Peninjauan Kembali karena adanya bukti tertulis baru (1 rangkap)
  5. Bukti bayar perkara (Rp 2.500.000)
  6. Softcopy permohonan PK :
  • Format file rtd (rich text format);
  • Dimasukan ke dalam CD/Flashdisk
  1. Akta Permohonan Peninjauan Kembali

Selain itu, untuk membuktikan bahwa pemohon Peninjauan Kembali memiliki legal standing atau berwenang melakukan upaya hukum tersebut, harus melengkapinya dengan berbagai dokumen, seperti:

  1. Akta Perusahaan
  2. Fotokopi Identitas Penandatanganan (KTP/Paspor)
  3. Surat Kuasa dan kelengkapannya, jika permohonan dilakukan oleh kuasa
  • Salinan SPT PPh 21 A1, jika kuasa berstatus pegawai
  • Salinan Kartu Izin Beracara, jika kuasa merupakan advokat

Apabila dokumen-dokumen tersebut tidak dipenuhi, maka permohonan Peninjauan Kembali dapat ditolak.

Termohon Peninjauan Kembali

Termohon Peninjauan Kembali dapat menyampaikan Kontra Memori Peninjauan Kembali (KMPK) yang merupakan dokumen yang berisi jawaban serta sanggahan dari termohon Peninjauan Kembali atas permohonan Peninjauan Kembali. KMPK umumnya wajib disampaikan 30 hari sejak tanggal cap pos pengiriman atau dalam hal diterima secara langsung adalah pada saat Salinan Permohonan diterima. Dalam menyampaikan KMPK, Termohon Peninjauan Kembali perlu nmemperhatikan dan melengkapi dokumen – dokumen sebagai berikut :

  • Salinan Kontra Memori PK (dibuat 2 rangkap asli dan tanda tangan basah dan tanggal surat KMPK sama dengan tanggal ketika menyampaikan surat KMPK)
  • Softcopy KMPK:
  • Format file rtf (rich text format)
  • Dimasukan kedalam CD/Flashdisk

Selanjutnya untuk membuktikan kewenangan penandatanganan KMPK , termohon harus melampirkan juga dokumen – dokumen pendukung seperti:

  • Akta perusahaan (Perubahan Terakhir)
  • Fotokopi identitas penandatanganan (KTP/Paspor)
  • Surat Kuasa jika permohonan Peninjauan kembali dikuasakan dilampiri dengan :
  • Salinan SPT PPh Pasal 21 A1 jika kuasa merupakan pegawai
  • Salinan kartu izin beracara untuk advokat, atau
  • salinan Keputusan Izin Kuasa Hukum untuk kuasa hukum pengadilan pajak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *